
Aplikasi PeduliLindungi, yang sebelumnya menjadi andalan pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19, kembali menjadi sorotan setelah dugaan kebocoran data besar-besaran mencuat. Hacker dengan nama samaran “Bjorka” mengklaim telah membobol dan menawarkan 3,2 miliar data pengguna aplikasi tersebut di forum gelap (dark web) dengan harga sekitar USD 100.000 .
Data yang diduga bocor mencakup informasi sensitif seperti status vaksinasi, riwayat pelacakan kontak, hingga ID perangkat pengguna. Sebelumnya, pada tahun 2021, sekitar 1,3 juta data pengguna dari versi lama aplikasi eHAC juga dilaporkan bocor akibat kesalahan konfigurasi server.
Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa mereka tidak lagi mengelola situs PeduliLindungi dan menyerahkan pengelolaannya kepada PT Telkom Indonesia . Namun, belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai langkah konkret yang akan diambil untuk menangani kebocoran data ini.
Para pakar keamanan siber menilai bahwa insiden ini menunjukkan lemahnya perlindungan data pribadi di Indonesia. Mereka mendesak pemerintah untuk segera membentuk otoritas independen yang bertugas mengawasi dan menegakkan perlindungan data pribadi, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disahkan pada tahun 2022.
Kebocoran data ini menambah daftar panjang insiden serupa yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dugaan kebocoran data paspor dan data pengguna layanan digital lainnya. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai keamanan data pribadi mereka di era digital saat ini. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk meningkatkan keamanan sistem digital dan memastikan perlindungan data pribadi warganya.