Bali – Langit Bali yang biasanya sibuk oleh lalu lintas udara kini berubah senyap. Bukan karena cuaca buruk, tapi karena erupsi dahsyat Gunung Lewotobi Laki-Laki yang meletus hebat pada 17 Juni 2025. Abu vulkanik tebal menyembur hingga belasan kilometer ke atmosfer, memaksa maskapai membatalkan puluhan penerbangan.
Sedikitnya 32 rute dari dan menuju Bali langsung dibatalkan. Maskapai besar seperti Singapore Airlines, Jetstar, dan Qantas tak berani ambil risiko, meninggalkan ribuan penumpang terkatung-katung tanpa kejelasan. Bandara Ngurah Rai nyaris lumpuh. Tak hanya penerbangan domestik, sejumlah rute internasional juga ditangguhkan tanpa solusi konkret dari otoritas penerbangan.
Ironisnya, peringatan dini dari PVMBG seolah tidak cukup menggerakkan roda antisipasi. Pemerintah pusat dan daerah tampak gagap. Tak ada rencana mitigasi lalu lintas udara yang matang. Tak ada informasi publik yang efektif. Hanya imbauan dan permintaan “sabar” yang dilemparkan ke masyarakat—padahal ini menyangkut keselamatan dan logistik ribuan orang.
Sementara itu, di balik hingar-bingar bandara, masyarakat di sekitar kaki Gunung Lewotobi terpaksa mengungsi di tengah ketidakpastian. Negara seperti absen saat rakyatnya dicekik oleh krisis alam dan kegagapan sistem. Erupsi ini seharusnya menjadi pengingat keras: Indonesia negeri gunung api, tapi selalu kedodoran saat gunung-gunungnya bicara.