
Kalau kamu scroll TikTok, lalu tiba-tiba muncul video dengan backsound “Kangen” dari Dewa 19 atau “Zombie” dari The Cranberries, jangan heran. Lagu-lagu lawas itu bukan cuma buat nostalgia orang tua kita. Justru, banyak Gen Z yang sekarang lagi jatuh cinta pada musik 90-an—padahal mereka belum lahir saat lagu itu booming.
Tapi, kenapa sih, anak-anak zaman sekarang memilih “mundur ke belakang” untuk merasa tenang?
Dunia Digital yang Terlalu Cepat
Gen Z hidup di era serba instan. Scroll satu menit, bisa lihat puluhan video. Lagu-lagu viral pun datang dan pergi dalam waktu seminggu. Di tengah semua itu, musik 90-an menawarkan sesuatu yang langka: ritme yang lebih lambat, lirik yang lebih dalam, dan emosi yang tidak dibuat-buat.
Saat lagu “Rehat” dari Kunto Aji terasa terlalu kontemporer, lagu seperti “Risalah Hati” justru terasa seperti pelukan dari masa lalu yang nggak pernah kita miliki, tapi kita rindukan.
False Nostalgia: Rindu Masa yang Nggak Pernah Kita Jalani
Fenomena ini disebut false nostalgia—rasa rindu terhadap era yang sebenarnya tidak kita alami. Tapi melalui musik, Gen Z merasa bisa “melarikan diri” dari dunia sekarang dan masuk ke semesta yang lebih sederhana.
Musik 90-an seperti kapsul waktu: kita bisa menangis diam-diam sambil mendengarkan Padi, atau tersenyum kecil saat mendengar Spice Girls dengan “Wannabe”. Rasanya ringan, tapi mengena.
Estetika dan Emosi yang Kembali Naik Daun
Bukan cuma suaranya, tapi juga visual dan gaya hidup 90-an sedang hype lagi. Dari fashion Y2K, filter VHS, sampai kamera analog—semuanya seakan mengajak kita berhenti sejenak dari dunia digital yang terlalu jernih dan terlalu cepat.
Dan musik jadi pintu masuk paling mudah. Hanya dengan earphone dan kuota, kita bisa lari dari deadline, dari keramaian, dari notifikasi yang tidak berhenti.
Jadi, Ini Sekadar Tren?
Mungkin iya. Tapi untuk banyak Gen Z, ini juga cara untuk menjaga kewarasan. Musik 90-an bukan cuma enak didengar, tapi juga bisa jadi teman saat semuanya terasa berat. Nggak heran kalau playlist “Nostalgia Indonesia”, “90s Love Songs”, sampai “Slow Rock Melayu” jadi penyelamat diam-diam di tengah malam.
—
Penutup: Musik 90-an mungkin bukan milik Gen Z secara sejarah, tapi jadi milik mereka secara emosi. Karena di dunia yang terlalu cepat berubah, kadang yang kita butuhkan hanyalah suara lama… yang tetap bisa menenangkan.
—