Malang, 6 Juni 2025 — Keheningan pagi di Gondanglegi, Kabupaten Malang, pecah oleh temuan mengejutkan. Seorang pria muda ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah tempat pencucian mobil sederhana. Korban, Ahmad Husaini (25), mahasiswa perguruan tinggi swasta di Malang, meregang nyawa akibat luka tusuk yang menghantam tubuhnya di bagian dada dan perut.
Kejadian tragis itu terjadi pada Jumat dini hari, sekitar pukul 03.30 WIB. Korban ditemukan dalam posisi terlentang oleh warga sekitar yang hendak membuka usaha. Ia mengenakan kaus hitam dan celana jeans. Di dekat tubuhnya, tergeletak sebilah pisau lipat yang diduga digunakan pelaku untuk menghabisinya.
Yang mengejutkan: pelaku ternyata adalah teman korban sendiri—M. Fikri (26), warga setempat yang dikenal sebagai sahabat karib Ahmad. Hubungan keduanya selama ini dikenal dekat, bahkan kerap tidur di tempat yang sama di mess kecil dekat lokasi pencucian.
Namun malam itu, persahabatan mereka berakhir tragis.
“Cuma soal kamar mandi”
Dalam pengakuannya kepada penyidik Polres Malang setelah menyerahkan diri, Fikri menyebut peristiwa ini dipicu oleh cekcok sepele soal penggunaan kamar mandi.
“Dia duluan yang maki-maki saya,” kata Fikri dalam berita acara pemeriksaan.
Fikri mengaku merasa dipermalukan karena Ahmad menegurnya keras di depan orang lain. Emosinya memuncak, dan pisau yang biasa ia bawa untuk keperluan kerja menjadi alat pelampiasan.

Usai kejadian, Fikri sempat melarikan diri ke rumah saudaranya di wilayah Kepanjen. Namun tekanan mental membuatnya akhirnya menyerahkan diri ke Polres Malang sekitar pukul 10.00 WIB hari yang sama. Ia datang dengan pakaian yang masih berlumur darah, ditemani pamannya.
Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana membenarkan kejadian ini dan menyebut motifnya sementara adalah “emosi sesaat.” Namun pihaknya masih mendalami kemungkinan pemicu lain, termasuk dugaan gangguan psikologis atau tekanan hidup yang dialami pelaku.
Ahmad Husaini dikenal sebagai pribadi pendiam dan rajin beribadah. Ia tengah menyelesaikan tugas akhir di jurusan Teknik Mesin dan bekerja paruh waktu di tempat cuci mobil tersebut untuk membantu keuangan keluarga.
Keluarga korban yang datang dari Lumajang tampak terpukul. Ayah korban hanya bisa menatap kosong peti jenazah saat hendak dibawa ke rumah duka. “Anak saya nggak pernah neko-neko. Kami tidak menyangka teman sendiri tega melakukan ini,” ucap sang ayah, pelan.
Jenazah Ahmad dimakamkan pada Jumat sore, diiringi isak tangis teman-teman kampus dan rekan kerja.
Peristiwa ini menampar kesadaran kita bahwa bahkan di lingkungan paling akrab pun, amarah sesaat bisa berujung kematian. Polisi mengimbau masyarakat, terutama anak muda, untuk menahan emosi dan tidak membawa senjata tajam tanpa keperluan yang sah.
Sementara Fikri kini menghadapi pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.S ebuah cekcok kecil. Sebilah pisau. Dan seorang sahabat yang tak akan pernah pulang.